Jumat, 09 Desember 2011

Strategi pengembangan koperasi dan ukm


STARATEGI PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM
Strategi Pengembangan Koperasi
Strategi Pengembangan UKM
1.      Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi starategis yang harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha.
2.      Peranan pemerinah dalam menetapkan bidang-bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh koperasi serta pemerintah juga dapat menetapkan bidang kegiatan suatu wilayah yang telah  berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya.
3.      Segenap kemampuan modal dan potensi dalam Negara harap dimanfaatkan dengan disertai  kebijakan-kebijakan dan membimbing pertumbuhan lebih besar pada golongan ekonomi lemah dengan peningkatan perkoperasian.
4.       Bukan hanya peranan pemerintah, tetapi masyarakat itu sendiri yang turut menentukan berkembang atau tidaknya suatu koperasi.
5.      Koperasi diharapkan semakin mandiri serta profesionalisme sehingga benar-benar mencapai kedudukan otonomi berswadaya dan berdiri diatas kaki sendiri.
6.      Keberhasilan koperasi tergantung pada aktifitas anggotanya, apakah ia mampu melaksanakan kerja sama, memiliki kegairahan, kerja dan menaati segala ketentuan dan garis kebijakan yang telah ditetapkan.
7.      Koperasi harus mampu mengadakan kontak ekonomi secara internasional. Jadi tidak selamanya menjadi subnya pengusaha-pengusaha besar.
8.      Peranan manajer dituntut cepat bertindak dan menganalisis keadaan serta menghitung-hitung usaha mana yang paling menguntungkan .
9.      Menghadapi dunia usaha swasta yang makin ketat maka koperasi sebaiknya dapat mengimbanginya, walaupun koperasi mempunyai peranan membantu yang lemah serta memberikan jasa pelayanan yang lebih murah kepada anggotanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka.
10.  Diterapkannya efesiensi dan tata tertib administrasi, sehingga bisa mengurangi terjadinya penyimpanan pada berbagai bidang.
1.      Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi melalui kebijakan yang memudahkan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antaralain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan.
2.      Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UKM untuk meningkatkan akses kepada pasar yang lebih luas dan berorientasi ekspor serta akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia.
3.      Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan.
4.      Diperlukan pelatihan manajerial karena pada umumnya pengusaha kecil lemah dalam kemampuan manajemen dan banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terdidik.
5.      Diperlukan usaha pemerintah daerah untuk mengupayakan suatu pola kemitraan bagi UKM agar lebih mampu berkembang, baik dalam konteks sub kontrak maupun pembinaan yang mengarah ke pembentukan kluster yang bisa mendorong UKM untuk berproduksi dengan orientasi ekspor.
6.      Untuk mengatasi kesulitan permodalan, diperlukan peningkatan pada kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi UKM dengan prosedur yang tidak sulit. Di samping itu, jaringan antar lembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.
7.      Pemerintah telah    mengefektifkan bentuk kredit yang disubsidi untuk UKM dan menyiapkan suatu kebijakan investasi kompetitif.




MAKALAH KELOMPOK 1 TENTANG KEMISKINAN


KEMISKINAN
                                             
logo 2
Oleh kelompok 1:
Sitti Aminah Kasim      109104067
Muzdalifah                  109104024
 Amrida                       109104057
Mastang                      109104014
Ilham Abu                    109104001
Tirta Fajrin                  109104036
Faisal                           l109104078
Justini                          109104046

                        PENDIDIKAN EKONOMI KOPERASI
FAKULTAS EKONOMI
                         UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
                                                            2011/2012
KATA PENGANTAR                                      
Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat taufik dan                  hidayahnyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa pula kirimkan salawat dan salam kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad Saw yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang.
    Pokok-pokok materi yang di sajikan dalam makalah ini di harapkan dapat membantu para pembaca memahami atau menjelaskan tentang Kemiskinan yang sudah melanda kita. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa isi makalah ini belum begitu sempurna, untuk itu kami berharap para membaca mengkritik dan memberikan  saran yang sifatnya membangun agar isi makalah ini dapat lebih sempurnah.
Akhirnya,di harapkan semoga makalah ini dapat memberi  mamfaat kepada para pembaca begitu pula dengan penulis.

                                                                                           Makassar, 31 Oktober 2011

                                                                                                               Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak  tahun 2002, sebuah  tim yang  terdiri dari para analis  Indonesia dan manca negara, dibawah naungan Program Analisa Kemiskinan di Indonesia (INDOPOV) di kantor Bank Dunia Jakarta, telah mempelajari karakteristik kemiskinan di Indonesia. Mereka  telah berusaha untuk mengidentifikasikan apa yang bermanfaat dan  tidak bermanfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan, dan untuk memperjelas pilihan-pilihan apa saja yang tersedia untuk Pemerintah dan lembaga- lembaga non-pemerintah dalam upaya mereka untuk memperbaiki standar dan kualitas kehidupan masyarakat miskin
Makalah  mencoba untuk menganalisa sifat multi-dimensi dari kemiskinan di Indonesia pada saat ini melalui pandangan baru yang didasarkan pada perubahan-perubahan penting yang terjadi di negeri ini selama satu dekade terakhir. Sebelum ini, Bank Dunia telah menyusun Kajian-Kajian Kemiskinan, yaitu pada tahun 1993 dan 2001, namun kajian-kajian tersebut tidak membahas masalah kemiskinan secara mendalam. Kajian ini memaparkan  pengetahuan yang dimiliki oleh Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia dan penulis berharap bahwa kajian ini akan menjadi sumbangan penting untuk menghangatkan diskusi kebijakan yang ada dan, pada akhirnya akan membawa perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan upaya-upaya pengentasan kemiskinan.

Indonesia yang sekarang tentu saja sangat berbeda dari Indonesia satu dekade yang lalu. Maka bukan hal yang mengejutkan apabila strategi-strategi pengentasan kemiskinan telah berubah seiring dengan perubahan yang telah dialami oleh Indonesia oleh karena itu dibuatlah makalah yang berjudul “Kemiskinan” dan penulis sangat berharap bahwa kajian kemiskinan ini dapat menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi berbagai tantangan.

1.2 Rumusan Masalah
 Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:
  1. Apa pengertian kemiskinan?
  2. Apa saja penyebab kemiskinan?
  3. Bagaimana keadaan kemiskinan di Indonesia?
  4. Apa saja yang harus diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan?


1.3 Tujuan Pembahasan
       Tujuan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian kemiskinan
2.      Mengetahui penyebab kemiskinan
3.      Mengetahui keadaan kemiskinan di Indonesia
4.      Mengetahui apa saja yang harus diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan.


1.4  Manfaat Pembahasan
1.      Dapat mengetahui bahwa masalah kemiskinan harus mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat.
2.       Mengetahui langkah yang ditempuh dalam pengetasan kemiskinan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Karakteristik Kemiskinan
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
Ø  Definisi Kemiskinan
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti kriminalitas dan pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Ø  Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator-indikator kemiskinan, antara lain sebagi berikut:
1.      Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2.      Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3.       Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4.      Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5.      Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam
6.       Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.      Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8.       Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.      korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil.
B.     Penyebab Kemiskinan

a.       Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendakapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jika produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
*      Rusaknya syarat-syarat perdagangan
*      Beban hutang
*      Kurangnya bantuan luar negeri
*      Perang
b.      Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal.
c.       Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
d.      Pembagian subsidi income pemerintah yang kurang merata.